Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pakar: RUU KUHAP Tak Mampu Jamin Keadilan dan HAM

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Pakar Hukum Peradilan Universitas Binus, Ahmad Sofian. (Foto: dok Binus)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - DPR melalui Komisi III DPR membidangi Hukum tengah membahas revisi Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP).

Namun, banyak kalangan menilai bahkan mengkritik jika RUU KUHP yang tengah dibahas ini belum selaras dengan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) Nasional.

Pakar Hukum Peradilan Universitas Binus Ahmad Sofian menyoroti sejumlah subtansi yang tidak selaras. Beberapa poin itu mulai dari ultimum remedium, pedoman pemidanaan, hingga ketidakterpaduan antara penyidikan dan penuntutan.

Oleh karenanya Sofian menilai, RKUHAP 2025 masih dianggap tidak mampu menjamin keadilan dan hak asasi manusia (HAM).

"Pada kenyataannya hubungan antar institusi penegak hukum masih berjalan sendiri-sendiri. Dominasi Polri sebagai penyidik utama dinilainya menimbulkan ketimpangan dengan PPNS dan penyidik lain yang mengganggu prinsip sistem peradilan pidana terpadu," katanya, Kamis (29/5/2025).

Baca Juga: Fraksi NasDem Dorong RUU KUHAP Dituntaskan Tahun Ini

Di sisi lain, terang Sofian, pasal-pasal yang mengatur kewenangan penyidik seperti Pasal 7 ayat (1) dan ayat (5) terlalu memberikan keleluasaan menghentikan proses penyidikan, bahkan tanpa pelibatan jaksa.

Klausul tersebut, terang dia, menunjukkan penuntutan belum dipahami sebagai lanjutan dari proses penyidikan yang terkoordinasi.

"Ini tidak mencerminkan sistem terpadu, melainkan sistem subordinatif yang membuka ruang konflik kewenangan dan pengabaian prinsip checks and balances," kata dia.

Sofian juga mengkritik definisi penyelidikan dan penyidikan dalam Pasal 1 angka 8 dan angka 5 RKUHAP. Proses penyelidikan sebagaimana dijelaskan dalam RKUHAP, kata dia, tampak tidak sederhana karena dalam praktiknya telah masuk pada wilayah penyidikan.

"Banyak tindakan dalam tahap penyelidikan yang seharusnya masuk kategori penyidikan, termasuk penerapan upaya paksa. Namun sayangnya, tidak ada mekanisme pengawasan dalam tahap ini," katanya.

Harus Selaras

Sementara itu, Pakar hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof. Pujiyono menilai paradigma pemidanaan dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus selaras dengan KUHP baru.

"Pembaruan hukum pidana tidak dapat dilakukan secara parsial," kata Pujiono.

Baca Juga: Menteri HAM Natalius Pigai Soroti Pelayanan Kesehatan dan Fasilitas Air saat Kunker ke Manggarai Barat

Menurut dia, KUHP baru telah menetapkan tujuan dan pedoman pemidanaan sebagai ruh baru dari sistem hukum pidana Indonesia.

KUHP baru, menurut dia, telah dengan tegas menempatkan pidana penjara dan tindakan pembatasan kebebasan lainnya sebagai jalan terakhir.

Ia menilai rancangan KUHAP yang saat ini dibahas masih berlandaskan paradigma lama yang mengedepankan pemenjaraan dan upaya paksa sebagai solusi utama penegakan hukum.

Oleh karena itu, kata dia, pembaruan KUHAP tidak bisa dilepaskan dari tujuan pemidanaan dalam KUHP baru.

Ia menuturkan KUHP baru membawa perubahan paradigma besar, misalnya pendekatan pemidanaan yang kaku menjadi pendekatan yang lebih humanis dan fleksibel.

"Termasuk penyelesaian perkara di luar pengadilan," ujarnya.

Oleh karena itu, dalam konteks tersebut, kata Pujiono, diskresi jaksa, penuntutan sukarela, serta penguatan asas proporsionalitas harus tercermin dalam KUHAP nantinya.

"KUHAP nantinya harus bisa menjadi instrumen operasional yang menjembatani tujuan pemidanaan dengan praktik prosedural aparat penegak hukum," katanya.

Sebelumya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan pihaknya telah menargetkan hasil revisi bisa berlaku pada 1 Januari 2026 mendatang. Bersamaan dengan KUHP baru yang sudah lebih dulu disahkan.

Oleh karenanya, kata dia, Komisi III DPR dalam beberapa pekan ke depan masih akan menggelar rapat bersama organisasi sipil. Bahkan, rapat rencananya juga akan digelar pada masa reses dalam waktu dekat.

"Jadi sisa masa sidang ini sekitar satu minggu ke depan, mungkin ada dua atau tiga kali lagi pertemuan seperti ini. Bahkan masa reses, di mana reses kami akan terus menggelar RDPU dengan izin dari pimpinan DPR agar UU ini semakin partisipatif," kata dia.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan