nusantaraterkini.co, MEDAN - Skandal pinjaman Rp228,3 Miliar oleh PT Usaha Sawit Unggul dengan agunan lima sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Kebun Tabuyung milik Universitas Sumatera Utara (USU) terus menuai sorotan.
Forum Penyelamat USU mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) segera membuka proses pidana, sejalan dengan hasil investigasi Majelis Wali Amanat (MWA) USU yang sejak tahun lalu telah merekomendasikan agar kasus ini diteruskan ke ranah hukum pidana karena banyak kejanggalan.
Ketua Forum Penyelamat USU, Taufik Umar Dani Harahap, menegaskan bahwa sudah terlalu lama Kejati Sumut membiarkan kasus ini macet tanpa kepastian hukum.
"MWA sudah jelas merekomendasikan pidana. Keanehannya banyak: bagaimana mungkin kredit Rp228 miliar bisa cair dengan agunan kebun yang rugi bertahun-tahun? Ini kewenangan Kejati untuk mengusut. Jangan sampai aset USU hilang," kata Taufik kepada wartawan di Medan, Sabtu (6/9/2025).
Taufik menyebut nilai aset Kebun Tabuyung sangat strategis. Dia mengatakan kalau dikelola asal-asalan saja bisa Rp20 miliar per bulan, apalagi kalau dikelola dengan baik bisa Rp70 miliar per bulan.
"Itu bisa jadi solusi besar untuk menekan UKT mahasiswa. Dan itu baru satu kebun, belum Kwala Bekala 300 hektare, belum Langkat 400 hektare," tegasnya.
Ia pun menilai Kejatisu selama dua tahun hanya jadi fasilitator mediasi tanpa tindak lanjut.
"Prosesnya mandek, tidak pernah jelas ke mana uang Rp228 miliar itu dipakai. Sudah saatnya jalur pidana ditempuh," ujarnya.
Dokumen resmi hasil investigasi MWA USU tahun lalu juga menegaskan bahwa penyelesaian melalui jalur damai sudah buntu. Poin terakhir laporan MWA menegaskan, kasus ini harus diteruskan ke ranah pidana.
MWA menilai ada sejumlah kejanggalan serius, petama PT Usaha Sawit Unggul yang mengelola kebun justru mengajukan pinjaman Rp228,3 miliar ke BNI, padahal lahan tersebut sebelumnya dilaporkan merugi.
Kedua, Kredit jumbo itu disetujui pada 3 Agustus 2021 dengan agunan lima sertifikat HGU Kebun Tabuyung dan keiga ada ketidakjelasan mengenai peruntukan dana pinjaman, apakah benar digunakan untuk pengembangan kebun atau justru menyimpang.
Dalam rapat koordinasi 10 April 2025 di Kantor Kejati Sumut, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Mutaqqin Harahap menyampaikan pandangan tegas. Menurutnya, pinjaman PT Usaha Sawit Unggul ke BNI harus segera diperiksa karena ada indikasi penyalahgunaan.
"Proses permohonan, pencairan, hingga aliran dana pinjaman Rp228 miliar itu perlu ditelusuri. Ada potensi kuat penyalahgunaan kredit yang bisa mengarah ke tindak pidana korupsi," ungkap Mutaqqin.
Kepala Kejati Sumut saat itu juga meminta agar Kejati menggelar pertemuan khusus bersama Rektor USU dan tim pendamping hukum untuk membahas penyelidikan lebih lanjut.
Selama enam bulan, Kejati Sumut berusaha mendamaikan pihak USU dan koperasi pengelola. Namun hasilnya nihil. Laporan resmi menyebut upaya damai sudah tidak relevan lagi, dan penyelesaian harus beralih ke jalur hukum.
Taufik menegaskan, publik menunggu keseriusan Kejatisu dalam mengusut kasus yang menyangkut aset triliunan rupiah ini.
Dia mengatakan pertanyaan besar pun terus menggantung untuk apa sebenarnya dana Rp228 miliar itu digunakan?.
"Bagaimana BNI bisa menyetujui kredit dengan agunan kebun yang merugi?. Siapa yang paling diuntungkan dari skema pinjaman ini?," pungkasnya.
(Cw4/Nusantaraterkini.co).