Nusantaraterkini.co, MEDAN - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi alias Kak Seto meminta Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi turun tangan soal kasus siswa dianiaya kepala sekolah (Kepsek) hingga meninggal dunia di Nias Selatan (Nisel).
"Dengan adanya saksi-saksi tujuh orang korban artinya sudah cukup kuat sebagai buktinya. Kenapa harus menunggu lagi tapi kami akan segera koordinasi dengan Bapak Kapolda Sumatera Utara," ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis (18/4/2024) malam.
Kak Seto menegaskan pihaknya sangat kecewa melihat penanganan kasus ini yang berlarut-larut. Dia pun meminta kepolisian agar cepat bertindak ketika menangani kekerasan pada anak.
"Waktu itu kita sempat ke Medan dan juga pernah bertemu Bapak Kapolda, kami menitipkan supaya diciptakan nilai Sumatera Utara yang ramah anak, yang jauh dari tindak kekerasan. Kami termasuk kecewa, sangat prihatin (penanganan) seolah diulur-ulur," tegasnya.
Menurutnya, tidak ada kata terlambat dalam menangani kasus kekerasan hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Dia mengatakan tujuh orang saksi yang turut menjadi korban penganiayaan ini sudah menjadi bukti kuat.
"Sudah ada tujuh orang yang jadi korbannya itu kan sudah sebagai bukti yang sangat kuat yang menujukkan bahwa ini adalah korban pelaku kekerasan. Tidak ada kata terlambat bahwa itu adalah tindak kekerasan," ungkapnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Nisel AKP Freddy Siagian menyebut pihaknya telah memeriksa kepsek tersebut berinisial SZ (37). Pemeriksaan ini berlangsung, Kamis pagi tadi.
Dia menjelaskan hasil pemeriksaan menujukkan kasus bermula saat korban bersama tujuh rekannya menjalani praktik kerja lapangan (PKL) di kantor kecamatan. Dia menyebut SZ kemudian mengumpulkan seluruhnya setelah mendapat laporan dari pihak kecamatan terkait kinerja mereka.
"Oleh kepala sekolah dipukulin lah mereka. Dipukulah kepalanya si korban ini, semuanya dipukul (tujuh rekan korban)," ujarnya saat dihubungi wartawan.
Freddy mengatakan berdasarkan hasil keterangan saksi, korban Yuredi Nduru (17) dipukul oleh SZ sebanyak lima kali di bagian kening.
Ia menyebut pihaknya menerima laporan penganiayaan ini tiga minggu setelah kejadian. Ia mengatakan korban meninggal dunia pada 15 April 2024.
"Belum bisa kita amankan (SZ), kita mendapat laporan tiga minggu setelah kejadian. Penganiayaan ini harus ada dua alat bukti, okelah saksi sudah pastilah dapat kita. Alat bukti lain berupa visum, jelas sudah tidak ada karena sudah tiga minggu, bukan saat itu juga dilaporkan, bekas (penganiayaan) dua tiga hari sudah hilang," terangnya.
Freddy mengatakan pihaknya juga telah melakukan autopsi terhadap korban. Dia mengatakan sampai saat ini pihaknya masih menunggu hasil autopsi.
"Kita tetap mendalami, alat bukti kita belum cukup, kita menunggu hasil autopsi. Dan hasil autopsi semoga secapatnya bisa keluar," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Yaredi Ndruru meninggal dunia pada Senin sore (15/4/2024). Sebelum meninggal, korban sempat mengeluhkan pening di kepala usai mengalami penganiayaan di sekolahnya, SMK Negeri 1 Siduaori, Sabtu (23/4/2024).
Korban lalu dibawa ke RSUD Thomsen Gunung Sitoli setelah sakit kepalanya kian parah, pada Selasa (9/4/2024). Korban melangsungkan rontgen dan dirawat inap selama satu hari.
Pihak keluarga melaporkan hasil pemeriksaan dokter ditemukan bekas pukulan di bagian kening dan salah satu saraf tidak berfungsi di bagian kening korban. Pihak keluarga korban kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Nias pada, Kamis (11/4/2024).
(HAM/nusantaraterkini.co)