Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

RAJAWA

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Redaksi
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Ilustrasi. (Foto: istimewa)

Di masa depan yang suram, Nusantara bukan lagi negeri yang dikenal dengan keberagamannya, melainkan telah berubah menjadi sebuah kekaisaran tunggal yang dikuasai oleh satu penguasa absolut, Rajawa.

Negeri itu dipenuhi dengan kota-kota besar yang penuh dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi ke langit kelabu, sementara desa-desa kecil tersisih dan hancur di bawah kebijakan-kebijakan yang keras.

Rajawa, dengan mahkotanya yang bersinar terang, memimpin dengan tangan besi. Ia adalah seorang pemimpin yang berasal dari kalangan rakyat biasa, seorang pria yang dulunya dikenal karena kerendahan hatinya.

Namun, setelah bertahun-tahun di puncak kekuasaan, kerendahan hati itu hilang, digantikan oleh ambisi yang tak terpuaskan dan rasa takut kehilangan kekuasaan.

Di bawah kekuasaannya, kebebasan berbicara hanyalah sebuah kenangan. Media telah dibungkam, hanya menyuarakan apa yang diinginkan oleh istana. Kritik dianggap sebagai penghinaan, dan mereka yang berani melawan akan hilang tanpa jejak, seakan-akan ditelan oleh tanah yang dulu subur namun kini kering dan gersang.

Para penasihat Rajawa, yang dulunya adalah sahabat dan sekutu yang setia, kini hanya menjadi bayangan dari diri mereka yang dulu. Mereka dipaksa untuk mendukung segala keputusan nya, meskipun mereka tahu bahwa keputusan-keputusan itu membawa kehancuran bagi rakyat. Mereka hanya bisa diam, terperangkap dalam ketakutan akan kehilangan posisi dan nyawa mereka.

Di sudut lain negeri, ada seorang pria tua bernama Ki Wira yang tinggal di sebuah desa kecil yang tersisa. Ki Wira adalah seorang mantan pemimpin desa, dihormati oleh rakyatnya karena kebijaksanaan dan kejujurannya.

Ia menyaksikan bagaimana kekuasaan Rajawa semakin merusak negeri, dan hatinya terluka melihat penderitaan rakyat.

Suatu hari, Ki Wira memutuskan untuk bertindak. Ia mulai berkeliling dari desa ke desa, mengingatkan orang-orang akan masa lalu mereka yang indah, sebelum Rajawa memerintah dengan otoritas absolut.

Ia berbicara tentang kebebasan, tentang harapan, dan tentang pentingnya perlawanan terhadap tirani.

"Fasis yang baik adalah Fasis yang mati."

Pesan Ki Wira mulai menyebar seperti api di padang ilalang. Orang-orang yang selama ini hanya bisa diam dan tunduk, mulai bangkit dari keterpurukan. Mereka mulai berbicara, mulai memprotes, meskipun dengan rasa takut yang menghantui disetiap langkah mereka.

Rajawa mulai merasa terancam. Ia mengirim pasukan untuk membungkam suara-suara perlawanan, namun setiap kali mereka berhasil membungkam satu suara, sepuluh suara lain muncul. Rakyat telah bangkit, dan mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan kembali kebebasan mereka.

Akhirnya, Rajawa yang dulunya begitu kuat, mulai merasakan goyahnya kekuasaannya. Ia menyadari bahwa meskipun ia bisa memerintah dengan kekerasan, ia tidak bisa menghancurkan semangat dan keinginan rakyat untuk merdeka.

Di tengah kekacauan itu, Ki Wira berdiri di hadapan istana Rajawa, dikelilingi oleh ribuan rakyat yang mendukungnya. Ia tidak membawa senjata, hanya membawa kata-kata yang penuh dengan kebenaran dan keadilan. 

“Rajawa,” kata Ki Wira dengan suara yang tegas namun penuh dengan kepedihan, “Kekuasaanmu tidak akan bertahan selamanya. Rakyat adalah pemilik sejati negeri ini, dan mereka tidak akan selamanya tunduk di bawah tirani. Waktumu telah habis.”

Rajawa hanya bisa melihat dengan mata yang penuh ketakutan dan penyesalan. Ia tahu, bahwa kekuasaannya telah sampai pada akhirnya. Tanpa sepatah kata pun, ia turun dari tahtanya, menyerahkan diri pada kehendak rakyat.

Setelah itu, Ki Wira memimpin Nusantara.

Tamat.

Penulis: Junaidin Zai, Jurnalis Nusantaraterkini.co

Advertising

Iklan