nusantaraterkini.co, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani merespon langkah Badan Gizi Nasional (BGN) yang akan melibatkan kantin sekolah dalam melaksanakan Makan Bergizi Gratis (MBG). Skema pelibatan kantin sekolah harus jelas dalam program tersebut.
"Kami mengapresiasi pelibatan kantin sekolah dalam menyukseskan MBG. Tapi skema dan sistem pelaksananya harus jelas agar tidak timbul masalah," terang Lalu Ari, sapaan akrab Lalu Hadrian Irfani, Jumat (1/5/2025).
Dia pun memberikan sejumlah catatan. Pertama terkait proses pembuatan makanan. Kantin sekolah biasanya terdiri dari beberapa pedagang yang membayar sewa ke sekolah. Jika kantin sekolah dilibatkan, maka tentu para pedagang juga akan dilibatkan.
"Tapi, bagaimana pelibatan pedagang dalam program MBG. Apakah mereka bergabung menjadi satu dengan membuat dapur bersama atau setiap pedagang menyiapkan makanan yang sudah dipesan sesuai kuota masing-masing?. Ini harus dipikirkan," ungkapnya.
Selanjutnya, kata dia, pihak sekolah harus menunjuk koordinator pelaksanaan MBG di sekolah, karena pihak kantin sekolah yang nanti bertanggung jawab dalam menyediakan MBG.
"Tentu, ini hal baru bagi sekolah. Maka, sekolah barus berhati-hati dalam melaksanakan MBG, sehingga program bisa berjalan dengan baik," ungkap Ketua DPW PKB NTB itu.
Berikutnya, terkait pembayaran pengadaan MBG. Skema pembayaran juga harus jelas. Apakah pembayaran dilakukan langsung ke pedagang kantin atau melalui sekolah?. Skema pembayaran harus jelas dari awal, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Jangan sampai kasus dapur MBG di Kalibata yang berhenti beroperasi karena ada tunggakan sampai Rp 1 miliar, terulang atau terjadi di kantin sekolah. Maka skema pembayaran harus jelas dan transparan," ucapnya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah pengawasan terhadap program MBG yang melibatkan kantin sekolah. Semua prosesnya membutuhkan pengawasan, sehingga program tersebut bisa terlaksana dengan baik tanpa ada pelanggaran dan kecurangan.
"Yang perlu menjadi catatan lagi, pelibatan kantin sekolah dalam MBG ini jangan sampai membebani pihak sekolah yang mempunyai tugas utama mendidik para siswa," tegas mantan anggota DPRD NTB itu.
Sebelumnya, Indonesia Coruption Watch (ICW) mengungkapkan berbagai dampak negatif yang timbul akibat pelaksanaan MBG yang dinilai kurang matang dan tidak adaptif terhadap kondisi nyata di sekolah.
Salah satu sorotan utama datang dari kantin sekolah yang disebut-sebut kehilangan pendapatan drastis sejak MBG mulai diterapkan.
“Kehadiran MBG ini seperti ‘mengusir’ peran kantin tanpa ajakan kerja sama. Padahal kantin-kantin itu sudah lama menjadi bagian dari ekosistem sekolah,” ujar Staf Divisi Riset ICW Eva Nurcahyani.
Tak hanya merugikan kantin, program MBG juga dinilai membebani para guru. Banyak dari mereka kini harus terlibat dalam distribusi dan pengawasan makanan, yang mengganggu fokus mereka dalam mengajar.
“Guru jadi punya tanggung jawab tambahan yang tidak ringan. Ini mengganggu ritme belajar-mengajar yang seharusnya menjadi prioritas utama,” tambah Eva.
Persoalan makin kompleks ketika MBG diterapkan di sekolah luar biasa (SLB). Di SLBN Jakarta, misalnya, ICW menemukan bahwa menu makanan disamaratakan tanpa memperhitungkan kebutuhan gizi khusus anak-anak berkebutuhan khusus.
“Teman-teman disabilitas punya kebutuhan gizi yang sangat spesifik. Sayangnya, hal ini belum jadi perhatian serius dalam pelaksanaan MBG,” jelas Eva.
ICW pun mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi program ini. Mereka menekankan pentingnya pendekatan yang lebih inklusif, adaptif, dan berbasis realitas lapangan agar kebijakan ini benar-benar memberi manfaat bagi semua pihak, bukan malah menciptakan masalah baru.
“Kalau tidak dikaji ulang, alih-alih jadi solusi, MBG bisa jadi bumerang bagi dunia pendidikan,” tutup Eva.
Diketahui, Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan, kantin sekolah akan dilibarkan dalam menyukseskan program MBG. Menurut Dadan, program MBG sudah membuat percontohan dalam menggandeng kantin sekolah, seperti di Sekolah Bosowa Bina Insani Bogor.
(cw1/nusantaraterkini.co)