Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Jemaah Perempuan Haid Saat Puncak Haji, Bagaimana Proses Ibadahnya? Berikut Penjelasannya

Editor:  hendra
Reporter: Redaksi
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Suasana saat pelepasan haji embarkasi Medan. (Foto: Bagus Kurniawan).

nusantaraterkini.co, MEDAN - Jemaah haji perempuan bisa saja mengalami menstruasi saat pelaksanaan puncak haji. Lantas, bagaimana kalau haid itu keluar saat jemaah tersebut akan menunaikan wukuf dan tawaf?

Pembimbing Ibadah (Musytasyar din) PPIH Arab Saudi, Abdul Moqsith Ghazali, mengatakan perempuan yang sedang haid tetap sah melakukan wukuf di Arafah. Hal itu karena satu-satunya rukun haji yang disyaratkan suci adalah tawaf.

"Jangan khawatir bagi perempuan yang wukuf tapi masih haid, maka wukufnya tetap sah. Hanya saja ia masih menanggung tawaf Ifadah yang disyaratkan untuk suci," kata Moqsith Ghazali kepada Media Center Haji di Makkah, seperti dikutip kumparan, Minggu (18/5/2025).

Untuk tawaf Ifadah, jemaah harus menunggu hingga keadaan suci dari haid. Namun apabila menjelang kepulangan ke Tanah Air, jemaah perempuan masih dalam keadaan haid, maka menurut sebagian ulama, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi Almaliki Almakkiyah, boleh bertawaf dengan syarat tertentu.

"Bagi perempuan yang mau tawaf Ifadah tapi ia masih dalam keadaan haid, sementara ia sudah harus segera pulang ke Tanah Air, maka ia bisa bertawaf dengan cara mandi sampai bersih lalu membalut haid hingga dipastikan tidak menetes di area tawaf dan area Masjidil Haram," jelas Moqsith.

Moqsith menilai kondisi tersebut tidak bisa dihindari karena bukan jemaah haji Indonesia yang mengatur kepulangan ke Tanah Air.

“Kita sudah diatur oleh sistem kepulangan ke Tanah Air. Jadi yang belum dalam keadaan Tahallul penuh atau belum tawaf Ifadah, tapi dia masih masih berhalangan, maka diperbolehkan tawaf dalam keadaan haid dengan cara seperti itu," ujar Moqsith.

Begitu juga, apabila jemaah haji perempuan yang masih haid hendak bergerak dari Madinah menuju Makkah, ia sudah bisa melakukan niat umrah wajib dari Bir Ali. Namun begitu sampai di Makkah, ia harus menunggu dalam keadaan suci untuk melakukan umrah wajib, dan tentunya menjaga keadaan ihramnya.

Selain haid, permasalahan lainnya adalah tawaf yang disyaratkan harus berwudu, sebagaimana menunaikan salat. Ketika tawaf, potensi bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram sangat tinggi karena berdesak-desakan.

Moqsith menjelaskan untuk mengatasi hal ini, jemaah haji bisa mengganti mazhab wudu dari Imam Syafi'i ke Imam Hanafi.

Dalam mazhad Syafi'i, bersentuhan kulit antara lawan jenis yang bukan mahram bisa membatalkan wudu. Sementara menurut imam Hanafi, bersentuhan kulit antara lawan jenis dan bukan mahram tidak membatalkan wudu.

(Dra/nusantaraterkini.co).

Advertising

Iklan