Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Harga BBM RI Berpotensi Terkerek Naik Imbas Konflik Timur Tengah

Editor:  Feriansyah Nasution
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core), Faisal. (Foto: Istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia berpotensi mengalami kenaikan akibat melambungnya harga minyak dunia di tengah ketegangan konflik di Timur Tengah. 

Memanasnya konflik di Timur Tengah usai Amerika Serikat memberikan dukungan kepada Israel untuk menyerang Iran diyakini bakal berdampak pada harga minyak dunia. Kondisi ini pun berisiko menyebabkan inflasi global.

Baca Juga: Iran Lancarkan Serangan Rudal dan Drone Baru ke Arah Israel

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Faisal menyatakan harga BBM Indonesia berpotensi turut terkerek naik imbas gejolak harga minyak global. 

“Kenaikan harga minyak akan diikuti kemudian dengan kenaikan harga bensin di berbagai negara yang menggunakan bensin termasuk juga, tentunya adalah Indonesia yang merupakan net importir minyak,” kata Faisal, Selasa (24/6/2025).

Bahkan, Faisal menyebut, kenaikan harga minyak dunia akan berdampak terhadap peningkatan nilai impor Indonesia. Begitu pula dengan inflasi yang akan meningkat.

Pasalnya, Faisal menjelaskan, harga minyak sangat mudah terpengaruh oleh dinamika geopolitik. Imbasnya, kondisi ini mengancam stabilitas pasokan minyak global. Apalagi, sambung dia, konflik Iran—Israel juga semakin meluas dan melibatkan Amerika Serikat (AS).

Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump mengancam akan melakukan serangan jauh lebih besar jika Iran tak mau melakukan perdamaian. Adapun, tiga fasilitas nuklir utama Iran telah dihancurkan oleh pasukan militer AS, yakni Fordow, Natanz, dan Esfahan. 

Faisal menuturkan bahwa serangan saling membalas antara Iran dengan Israel sudah mengerek harga minyak dari US$60-an per barel menjadi US$75-an per barel.

Menurutnya, jika AS semakin ikut terlibat di dalam konflik Iran—Israel, maka harga minyak dunia bisa tembus di atas US$100 per barel. 

“Ini [harga minyak] bisa mengerek lebih jauh lagi jika Amerika ikut campur dan kemudian eskalasi bisa mendorong sampai di atas US$80 per barel. Dan jika berterusan, ini tidak menutup kemungkinan bisa sampai US$100 per barel,” ujarnya.

Berdampak Dunia Usaha

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, kenaikan harga energi berdampak langsung terhadap biaya produksi dan operasional bagi dunia usaha.

Shinta menyatakan bahwa Apindo akan terus memantau secara seksama perkembangan konflik Iran–Israel karena eskalasi geopolitik semacam ini dapat memberikan tekanan tidak langsung terhadap perekonomian nasional, terutama melalui lonjakan harga energi dan potensi gangguan logistik internasional. 

“Indonesia sebagai negara importir minyak sangat rentan terhadap fluktuasi ini. Pelaku usaha, khususnya di sektor padat karya, tentu juga akan merasakan tekanan dari sisi struktur biaya yang makin menekan margin usaha,” kata Shinta.

Bahkan, Shinta mengungkap, dari sisi rantai pasok, beberapa sektor juga menyampaikan kekhawatiran atas potensi terganggunya jalur logistik internasional, terutama menuju kawasan Eropa, Teluk, dan Afrika. 

Padahal, jalur tersebut penting karena beberapa bahan baku strategis seperti gandum, kedelai, gas, dan pupuk masih diimpor melalui rute-rute tersebut. 

“Ketidakpastian logistik dapat menyebabkan keterlambatan dan lonjakan biaya pengiriman,” imbuhnya.

Antisipasi Beban APBN

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Bertu Merlas menilai pemerintah harus antisipasi dampak konflik Timur Tengah yang melibatkan Israel, Iran dan Amerika Serikat tersebut. 

“Kenaikan harga minyak dunia sudah pasti akan menambah beban berat APBN kita, terutama untuk pos subsidi BBM. Kami berharap pemerintah segera melakukan langkah antisipasi agar dampak perang Timur Tengah tidak kian melambatkan pertumbuhan ekonomi yang memang sudah melambat akhir-akhir ini,” ujar Bertu Merlas.

Dia mengungkapkan tahun ini pemerintah menganggarkan subsidi BBM sebesar Rp26,7 triliun. Jika terjadi lonjakan harga minyak dunia, maka sudah bisa dipastikan jika anggaran subsidi BBM juga akan membengkak. 

“Peperangan yang terjadi ini akan berdampak pada negara-negara lain termasuk di Indonesia. Kami berharap pemerintah Indonesia harus segera mengantisipasi dampak ekonomi yang akan menambah beban APBN,” katanya. 

Baca Juga: Ini Isi Pertemuan Presiden Prabowo dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Bertu mengatakan kenaikan harga minyak dunia juga akan berimbas pada industri dalam negeri. Harga bahan baku, biaya produksi, hingga distribusi bakal meningkat. Hal ini akan kian menekan tingkat daya beli masyarakat. 

“Kita semua berada di situasi global yang tidak menentu. Pemerintah harus bergerak untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari peperangan ini,” katanya. 

Situasi pasar global yang mengalami ketidakpastian, hingga masih melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap Amerika Serikat dikhawatirkan akan berdampak pada rantai pasokan ke Indonesia. 

Apalagi jika Selat Hormuz ditutup oleh Iran. Selama ini selat Hormuz adalah jalur perdagangan maritim yang menjadi pintu gerbang Teluk Persia. 

“Teluk ini merupakan jalur utama raja-raja mintak dan gas dunia seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Qatar, Irak dan Kuwait dalam perdagangan minyak. Jika ini ditutup pasti akan memicu gejolak ekonomi luar biasa,” katanya. 

Legislator dari Sumatera Selatan ini meminta Kementerian Keuangan untuk melakukan koordinasi lintas sektor untuk melakukan upaya serta langkah mitigasi yang diharapkan untuk mencegah semakin meluasnya dampak perang kepada perekonomian Indonesia. 

“Pemerintah harus segera bergerak untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang dikhawatirkan akan menerima dampak dari adanya perang tersebut. Kami minta masyarakat khususnya pelaku usaha kecil dan menengah diberikan pelatihan untuk berdaya dikala berada disituasi seperti ini,” katanya.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan