Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pembicara Utama di Paramadina Presidential Lecture, SBY: Sebagai Anggota BRICS Indonesia Harus jadi Aktor Penting

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Sofyan Akbar
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jadi pembicara utama dalam acara Paramadina Presidential Lecture diadakan secara offline bertempat di Universitas Paramadina Kuningan, Trinity Tower Lt.45, Jakarta, Rabu (26/2/2025). (Foto: Montase/Nusantaraterkini.co)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Universitas Paramadina menghadirkan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai pembicara utama dalam acara Paramadina Presidential Lecture diadakan secara offline bertempat di Universitas Paramadina Kuningan, Trinity Tower Lt.45, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Acara yang bertajuk “Masa Depan Multilateralisme di Tengah Ketidakpastian Ekonomi-Politik dan Keamanan Global” ini dimoderatori oleh Ahmad Khoirul Umam.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J. Rachbini menyampaikan, kebanggaannya atas kehadiran SBY dalam forum akademik ini. Dia mengingat kembali masa kepemimpinan SBY sebagai Presiden yang bertepatan dengan pengabdiannya di DPR-RI, menandai periode yang sangat berkesan baginya.

Sementara itu, Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia Ke-6, menyoroti perubahan besar dalam tatanan dunia pasca Perang Dunia II hingga era kontemporer. Dia menjelaskan bagaimana transisi dari sistem G-8 ke G-7 akibat keluarnya Rusia, serta kemunculan fenomena ultranationalism, unilateralism, dan isolationalism yang menyebabkan penurunan multilateralisme di tingkat global.

Baca Juga: Soal Hubungan dengan SBY dan Jokowi, Prabowo: Saya Minta Masukan dari yang Berpengalaman

“Pertanyaan besar yang muncul saat ini adalah, apakah G20 yang dibentuk pada 2008 masih relevan dengan perubahan tatanan dunia yang terjadi? Begitu pula dengan masa depan G7 dan BRICS. Indonesia, yang kini telah resmi menjadi anggota BRICS, harus siap menghadapi tantangan besar ini dan menavigasi posisi strategisnya di tengah ketegangan yang berkembang” ungkapnya.

SBY mengungkapkan bahwa sejak berakhirnya Perang Dunia II dan berlanjut ke era Perang Dingin, dunia mengalami ketegangan antara blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Dengan berakhirnya Perang Dingin dan bubarnya Uni Soviet pada 1989, dunia memasuki fase baru yang lebih dominan terhadap kapitalisme dan ekonomi pasar, serta pembentukan forum internasional seperti G20.

Lebih lanjut, SBY juga menyoroti peran tiga pemimpin dunia yang saat ini memiliki pengaruh besar dalam geopolitik global, yaitu Presiden Xi Jinping, Presiden Vladimir Putin, dan Presiden Donald Trump. Ketiga pemimpin ini, menurut SBY, memiliki tiga elemen utama yang memungkinkan mereka mendominasi percaturan dunia, yaitu kekuatan ekonomi, kekuatan militer, dan kekuatan teknologi.

Tak hanya itu, dengan munculnya kebijakan ‘America First’ oleh Presiden Trump dan pergeseran pandangan AS yang lebih dekat dengan Rusia dan China, muncul pertanyaan mengenai kelanjutan multilateralisme. Bahkan, penggunaan hak veto di PBB oleh lima negara besar semakin dipertanyakan, mengingat hanya sedikit negara yang memiliki hak untuk memengaruhi keputusan global.

Baca Juga: Pesan SBY untuk KIM: Satukan Hati, Beri yang Terbaik, Sukseskan Pemerintahan!

“Masa depan berbagai lembaga internasional seperti Bretton Woods, IMF, World Bank, dan WTO kini terancam oleh perubahan besar dalam tatanan ekonomi global. Begitu pula dengan masa depan ASEAN yang harus diperkuat sebagai warisan para pendahulu, mengingat pentingnya stabilitas kawasan Asia Tenggara di tengah dunia yang semakin terfragmentasi," tambahnya.

Sehingga peran ASEAN sebagai organisasi regional harus tetap dijaga dan diperkuat.

"Indonesia, yang merupakan anggota BRICS, harus menjadi aktor penting dalam menjaga stabilitas kawasan dan memperkuat kerja sama antar negara-negara ASEAN," pungkasnya.

(Akb/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan