Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Golput Ekspresi Politik, Tak Boleh Dikriminalisasi

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Ilustrasi. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA -  Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan, gerakan golput baik yang mengajak abstain atau mencoblos semua calon, tidak boleh dikriminalisasi.

“Dari sisi hukum pemilunya, gerakan golput itu, baik yang mengajak abstain atau mencoblos semua calon, adalah ekspresi politik yang tidak boleh dikriminalisasi,” katanya menyikapi Gerakan Anak Abah berencana mencoblos semua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jakarta 2024, Selasa (17/9/2024).

Titi menjelaskan, memilih atau tidak memilih merupakan kehendak bebas dari setiap warga negara, sepanjang itu dilandasi oleh kesadaran dan pemahaman penuh.

“Pemidanaan gerakan golput hanya bisa dilakukan apabila disertai politik uang atau dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih,” ujar dia.

Menurut Titi, gerakan golput memang menjadi tantangan partai politik, pasangan calon, dan penyelenggara pemilu. Hal itu perlu direspons secara substantif melalui diskursus gagasan dan program secara kritis.

Di samping itu, kata dia, perlu pula dipastikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan hanya agenda periodik, tetapi juga murni diselenggarakan berdasarkan asas prinsip pemilu yang bebas dan adil.

“Jadi, alih-alih mengancam pemidanaan pada gerakan-gerakan kritis warga, lebih baik kita semua bekerja keras menghadirkan narasi yang betul-betul berorientasi pada politik gagasan dan program, serta meyakinkan publik bahwa memang ini bukan pilkada akal-akalan,” ucap Titi.

Di sisi lain, Titi mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XXII/2024 yang membolehkan kampanye di perguruan tinggi. Menurut dia, KPU bisa menggandeng kampus untuk mengoptimalisasi debat publik antar pasangan calon kepala daerah.

Ia menilai, putusan tersebut semestinya menjadi instrumen untuk memperkuat politik gagasan dan menghadirkan dialektika yang lebih substansial dalam Pilkada 2024.

“Sehingga kita tidak terjebak pada pemaksaan-pemaksaan warga untuk menggunakan hak pilih, sementara warganya sendiri tidak teryakinkan bahwa ini adalah pilkada yang betul-betul genuine (asli), autentik, bebas, dan adil. Ini refleksi buat kita semua,” ujarnya.

Sedangkan, Bakal calon gubernur (bacagub) Jakarta, Ridwan Kamil mengatakan tidak masalah jika banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya dalam Pilkada Jakarta. Hal ini karena menurutnya golput adalah bagian dari demokrasi di Indonesia.

Kendati demikian, pria yang ingin dipanggil Bang Emil tersebut berharap tidak banyak masyarakat yang melakukan golput ketika hari pencoblosan Pilkada Jakarta.

"Saya juga berharap tidak terlalu banyak yang golput, sehingga kami bisa mencoba netralisir dengan memberikan narasi, solusi, termasuk memberlanjutkan apa-apa yang baik di zaman Pak Anies," tuturnya.

Sementara itu, Komisioner KPUD Jakarta, Astri Megatari, mengungkapkan bahwa pihaknya optimistis warga Jakarta kini cerdas, kritis, dan dapat menilai ketiga paslon dengan pikiran dan pandangan yang terbuka.

Terlebih, dia mengatakan bahwa warga Jakarta juga melek digital sehingga semakin kritis dalam menentukan pilihannya.

"Jadi kami sangat optimistis dengan melihat profil warga DKI jakarta, yang saat ini semakin berkembang, melek digital, dan sebagainya," jelas Astri.

Terkait jika ada gerakan golput atau memilih ketiga paslon dan diimi-imingi pemberian uang, KPU menuturkan bahwa politik uang jelas akan dipidanakan. Tak hanya itu, jika mengajak masyarakat untuk tidak memilih, juga dapat dipidanakan.

"Jadi memilih itu kan sebenernya hak masing-masing warga apakah memilih atau tidak. Namun jika kita mengajak masyarakat untuk tidak memilih itu bisa dipidanakan," tegas bekas anchor tv swasta ini.

Sebagai informasi, golput atau kepanjangan dari golongan putih, merupakan sikap tak memilih pada pilihan surat suara di dalam bilik yang dibatasi area bernama tempat pemungutan suara (TPS).

Golput merupakan istilah yang digunakan ketika seseorang yang masuk dalam kategori pemilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memutuskan untuk tidak menggunakan haknya untuk memilih salah satu calon dalam Pemilu atau Pilkada.

Istilah golput muncul jelang Pemilu 1971. Sebutan golput sering dikaitkan dengan sosok Arief Budiman, salah satu tokoh dalam gerakan yang memproklamirkan berdirinya "golongan putih".

Meski demikian, golput sebenarnya dicetuskan pertama kali oleh Imam Waluyo. Ia adalah salah seorang dalam gerakan bersama Arief Budiman jelang Pemilu 1971.

(cw1/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan