Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi menyampaikan meski sudah dilengkapi dengan adanya reklamasi, aktivitas pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya sudah pasti akan tetap merusak alam geopark yang merupakan ecosystem destinasi wisata di wilayah tersebut.
"Menurut saya semua penambangan di Raja Ampat dan sekitarnya harus dihentikan secara permanen. Jangan ada lagi izin penambangan selamanya," tegas Fahmy dalam keterangannya, Minggu (8/6/2025).
Fahmy pun menduga ada konspirasi antara oknum pemerintah pusat dengan pengusaha tambang sehingga diizinkan penambangan di Radja Ampat yang merupakan Strong Oligarki. Oleh karena itu menurutnya, kejagung perlu mengusut dugaan konspirasi tersebut.
"Kalau terbukti, siapa pun harus ditindak secara hukum," pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan seluruh kegiatan pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini termasuk aspek perlindungan lingkungan hidup dan keberlanjutan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil.
Diungkapkannya, hingga saat ini, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat.
Dua perusahaan memperoleh izin dari Pemerintah Pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2013.
Tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari Pemerintah Daerah (Bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada tahun 2025.
(fer/nusantaraterkini.co)